Twitter Facebook Delicious Digg Stumbleupon Favorites More
blog yang berisi wisata-wisata yang memikat mata yang masih perawan

Selasa, 22 Agustus 2017

BERLIAN PURBA BERSEJARAH DI TEMANGGUNG

1.   Prasasti Gondosuli  


Prasasti Gondosuli terletak di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu. Situs ini memiliki luas keseluruhan sekitar 4.992 m2. Pada tahun 832, sesuai dengan candrasengkala yang ada, Prasasti Gondosuli menjadi saksi bisu kejayaan Dinasti Sanjaya, terutama di masa pemerintahan Rakai Patahan sebagai raja di Mataram Kuno. Nama Rakai Patapan juga dapat dijumpai dalam Prasasti Karang Tengah yaitu ditulis pada tahun 824. Berdasarkan penelitian Prasasti Gondosuli memuat 11 baris tulisan. Tulisan tersebut menggunakan huruf Jawa Kuno, tapi menggunakan bahasa Melayu Kuno. Prasasti Gondosuli ditulis/dipahat pada batu besar dengan panjang 290 cm, lebar 110 cm dan tinggi 100 cm, sedangkan bidang yang ditulis berukuran 103 x 54 cm2. Selain ditemukan prasasti ada pula reruntuhan bebatuan candi yang berserakan disekitarnya. Batu yang berserakan itu diperkirakan hanya bagian atas candi, sedangkan sebagian besar bangunan candi terpendam dalam tanah. Tidak seperti candi-candi yang lain, candi Gondosuli hingga kini masih berada dibawah timbunan tanah. Candi Gondosuli berukuran sangat besar sehingga kalau digali dapat menenggelamkan seluruh kawasan desa. Prasasti Gandasuli terdiri dari dua keping, disebut Gandasuli I (Dang pu Hwang Glis) dan Gandasuli II (Sanghyang Wintang). Itu ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan aksara Kawi , berangka tahun 792 M. Teks prasasti Gandasuli II terdiri dari lima baris dan berisi tentang filsafat dan ungkapan kemerdekaan serta kejayaan Syailendra.
2.   Situs Liyangan


Situs Liyangan ditemukan pada tahun 2008 yang berupa candi ukuran kecil dan hingga kini di kawasan penambangan pasir di lereng Gunung Sindoro itu masih ditemukan benda-benda bersejarah lain. Situs Liyangan berada di atas permukiman warga Dusun Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, berjarak sekitar 20 kilometer arah barat laut dari kota Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Situs ini mempunyai keunikan yaitu memiliki yoni dengan 3 lingga. Keunikan ini jarang ditemui di Indonesia. Situs liyangannya sendiri berada di kedalaman 2 meteran dibawah tanah. Diperkirakan situs tersebut sebuah perdusunan karena di antara benda temuan terdapat sisa-sisa rumah berbahan kayu dan bambu. Hasil penelitian tim Balai Arkeologi menyimpulkan, data arkeologi berupa sisa-sisa rumah berbahan kayu dan bambu merupakan situs perdusunan masa Mataram Kuno sekitar 1.000 tahun lalu. Data tersebut merupakan satu-satunya yang pernah ditemukan di Indonesia sehingga memiliki arti sangat penting bukan hanya bagi pengembangan kebudayaan di Indonesia, tetapi juga dalam skala internasional.Untuk itu perlu dilakukan upaya penyelamatan guna penelitian dunia ilmiah.
3.   Candi Pringapus


Candi Pringapus adalah candi di desa Pringapus, Ngadirejo, Temanggung, 22 km arah barat laut dari kabupaten Temanggung. Arca-arca berartistik Hindu yang erat kaitannya dengan Dewa Siwa menandakan bahwa Candi Pringapus bersifat Hindu Siwa. Candi tersebut dibangun pada tahun tahun 772 C atau 850 Masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika diadakan restorasi pada tahun1932. Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat tinggal para dewata.  Sebagaimana lazimnya candi-candi Hindu yang memanifestasikan Siwa, posisi candi dan letak arca-arcanya selalu menjadi ciri khas yang memperhatikan penjuru mata angin. Pintu utama candi menghadap ke timur, dan dikanan-kirinya dijaga Kala dan Nandi. Kala adalah anak Siwa yang lahir dari persatuan antara Siwa dengan kekuatan alam yang dahsyat. Kala lahir sebagai raksasa sakti yang dapat mengalahkan semua dewa. Sedangkan Nandi adalah lembu putih kendaraan Siwa, sehingga dalam satu perwujudannya Siwa disebut Nandi Cwara. Pada bagian lain terdapat Durga Mahesasuramardhini Durga merupakan salah satu perwujudan Uma sebagai dewi cantik dengan berbagai macam senjata anugerah dewa. Sebagai Durga, Uma menurut legenda berhasil mengalahkan raksasa sakti berwujud kerbau yang mengganggu para Brahmana. Sebagai saksi kebesaran sejarah masa silam, hal lain yang menarik dari Candi Pringapus adalah hiasa Kala berdagu seperti Kala tipe Jawa Timur. Candi Pringapus reliefnya masih utuh.
4.   Petilasan Jumprit



Jumprit adalah sebuah sumber mata air di Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Tempat ini dikaitkan dengan sang nujum dari Majapahit yang disebutkan dalam serat Chentini. Dari sang Nujum inilah Jumprit mendapatkan namanya. Jumprit juga merupakan tempat pengambilan air suci untuk upacara Waisak yang diadakan di Borobudur. Setiap tahun, para pemeluk agama Budha dari berbagai tempat dan negara datang ke Jumprit untuk mengambil air suci. Tempat ini menjadi ramai tiap menjelang bulan purnama di bulan Mei. Kawasan ini berada di ketinggian 2.100 meter (dpl) dan berada di lereng Gunung Sindoro tempatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo. Jaraknya hanya sekitar 26 km dari barat laut kota Temanggung. Dahulu keberadaan Umbul Jumprit hanya diketahui oleh kalangan tertentu saja. Tetapi sejak awal 1980, jumlah pengunjung terus meningkat, terutama mereka yang ingin berziarah ke makam Ki Jumprit dan mandi kungkum di Umbul Jumprit. Beberapa tokoh masyarakat meyakini, Ki Jumprit adalah leluhur dari masyarakat Temanggung yang tersebar di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing. Namun hal ini masih memerlukan kajian mendalam, terutama dari aspek kesejarahan. Ada beberapa lokasi yang diyakini sebagai petilasan Ki Jumprit begitu juga letak makamnya yang berada tak jauh dari Umbul Jumprit. Dua lokasi inilah yang kerap dikunjungi peziarah, terutama komunitas tertentu yang terbiasa melakukan tirakat. Umbul Jumprit adalah mata air yang disucikan. Air umbul (sendang, mata air) adalah air keberkahan yang diambil para biksu dengan ritual khusus untuk digunakan dalam upacara Trisuci Waisak di Candi Borobudur. Umbul yang tak pernah kering ini juga “mengisi” Sungai Progo. Upacara pengambilan air di mata air yang diyakini sebagai tempat pertapaan Pangeran Singobarong dari Kerajaan Majapahit itu dimulai oleh kelompok biksu dari aliran Theravada.


Share:

SITUS LIYANGAN BAGIAN KISAH TEMANGGUNG DI MASA LALU

Penemuan situ prasejarah yang ditemukan tanpa sengaja oleh penambang pasir asal Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Untuk mengungkap keberadaan situs tersebut pada 14-20 April 2009 tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta melakukan penelitian terhadap benda-benda temuan yang terkubur pasir dengan kedalaman sekitar tujuh hingga 10 meter, berdasarkan hasil penelitian tim Balai Arkeologi Yogyakarta kemudian menyimpulkan bahwa situs tersebut merupakan sebuah permukiman pada zaman Mataram Kuno. (photo: indonesianspaceresearch.blogspot.com)
Saat itu ditemukan Situs Liyangan yang berada di bawah Gunung Sindoro di Kabupaten Temanggung pada kedalaman delapan meter di bawah permukaan tanah. Di sekitar candi ditemukan pula bangunan rumah yang mengindikasikan adanya permukiman penduduk dimasa lalu sejarah situs tersebut. Situs Liyangan ditemukan oleh penambang pasir Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung diperkirakan pada tahun 2008.

Menurut sejarah penemuan awal Situs Liyangan oleh masyarakat setempat, yaitu pada tahun 2008 masyarakat Temanggung tiba-tiba saja dikejutkan dengan adanya sebuah penemuan candi lagi, di sebuah penambangan pasir tidak jauh dari candi Pringapus, tepatnya di Dusun Liyangan, Desa Purbasari Kecamatan Ngadirejo sekitar 20 kilometer arah barat laut dari kota Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Situs Liyangan berupa candi ukuran kecil, dan hingga kini di kawasan penambangan pasir di lereng Gunung Sindoro itu masih ditemukan benda-benda bersejarah lain, di kawasan dengan ketinggian sekitar 1.400 di atas permukaan air laut tersebut pertama kali ditemukan sebuah talud, yoni, arca, dan batu-batu candi, diduga bahwa situs tersebut sebuah perdusunan karena di antara benda temuan terdapat sisa-sisa rumah berbahan kayu dan bambu.
Kemudian terjadi kembali penemuan berupa sebuah bangunan candi yang tinggal bagian kaki dan di atasnya terdapat sebuah yoni yang unik, tidak seperti umumnya, karena yoni ini memiliki tiga lubang, profil klasik Jawa Tengah pada kaki candi menandakan candi ini berasal dari abad 9 Masehi.
Yang menjadi misteri dan sangat spektakuler adalah temuan terakhir pada akhir Maret 2010 berupa rumah panggung dari kayu yang hangus terbakar dan masih tampak berdiri tegak. Satu unit rumah tersebut berdiri di atas talud dari batu putih setinggi 2,5 meter.
Selain itu juga ditemukan satu unit rumah kayu lain yang baru tampak pada bagian atapnya, menurut perkiraan bangunan rumah tersebut berada dalam satu kompleks dengan candi dan kemungkinan merupakan satu zaman.
Balai Arkeologi Yogyakarta memperkirakan kedua unit rumah itu merupakan bangunan rumah masa Mataram Kuno, dan bisa kemungkinan pada abad 9 Masehi silam tempat tersebut adalah sebuah desa atau dusun kecil yang menghilang dengan terjadinya proses alam seperti tanah longsong atau gempa bumi lainnya. Sehingga tempat tersebut terpendam lonsorann tanah dan pasir atau lahar yang begitu derasnya.
Sejauh ini Pemerintah Kabupaten Temanggung untuk kepentingan penelitian situs ini telah membebaskan lahan sekitarnya seluas 5.630 meter persegi milik warga setempat yang saaty itu digunakan untuk penambangan galian C. Penelitian situs ini sangat penting untuk mengungkap misteri sejarah peradaban jaman Mataram Kuno, yang membangun perkampungan di Liyangan. (photo: arcomsoekarno.blogspot.com)

Dari hasil penelitian sementara yang berhasil dikumpulkan tim arkeologi, bahwa secara umum, potensi data arkeologi situs Liyangan tergolong tinggi berdasarkan indikasi, antara lain luas situs dan  keragaman data berupa bangunan talud, candi, bekas rumah kayu dan bambu, strutur bangunan batu, lampu dari bahan tanah liat, dan tembikar berbagai bentuk.
Disisi lain juga diperoleh kabar berupa struktur bangunan batu, temuan tulang dan gigi hewan, dan padi, berdasar gambaran yang lain dari hasil survei penjajakan tersebut Balai Arkeologi Yogyakarta menyimpulkan bahwa Situs Liyangan merupakan situs dengan karakter kompleks, yaitu yang mengindikasikan bahwa lokasi  tersebut adalah situs permukiman atau sebuah desa atau dusun di masanya, selain itu merupakan pula situs ritual, dan situs pertanian.
Kunikan lain dari hasil penemuan selanjutnya adalah luasan imajiner situs Liyangan berdasarkan survei diperkirakan tidak kurang dari dua hektare. Di area tersebut tersebar data arkeologi misteri yang menunjukkan sebagai situs perdusunan masa Mataram Kuno. Mengingat sebagian situs terkubur lahar, masih sangat dimungkinkan luasan situs lebih dari hasil survei.
Hasil penelitian tim Balai Arkeologi menyimpulkan bahwa data arkeologi berupa sisa-sisa rumah berbahan kayu dan bambu merupakan situs perdusunan masa Mataram Kuno sekitar 1.000 tahun lalu. Akan tetapi yang menjadi tanda tanya dan menjadi penelitian yang menarik adalah, kayu-kayu yang menjadi bagian terpenting bangunan di area situs Liyangan tersebut hingga sekarang sebagian nampak masih kokoh tidak termakan zaman.
Justru sebagian kayu-kayu tersebut masih nampak utuh tampa cacat sedikitpun. Hingga sampai sekarang penelitian tentang kayu-kayu tersebut masih dilakukan di  laboratorium Balai Arkeologi Yogyakarta.
Mitos dan misteri Liyangan  beserta kompleksnya menceritakan bahwa dengan penggalian tersebut maka setelah tanah terpotong akan kelihatan secara konstruksi dan diketahui tanah lapisan budaya, maka akan merekonstruksi pula adanya aktivitas manusia masa lampau serta peristiwa apa saja yang pernah terjadi pada kawasan situs Liyangan, akan tetapi masih diperlukan  metode yang benar untuk mengungkap misteri yang ada pada Liyangan dan kompleksnya tersebut.
Dan mulanya di lokasi penambangan pasir tersebut ditemukan situs yang diduga tempat pemujaan atau ritual lainnya, namun terakhir ditemukan pula bekas bangunan dari kayu dan bambu yang telah menjadi arang dan di bawahnya terdapat talud dari batu putih setinggi 2,5 meter dan terdapat saluran air.
Adanya temuan bangunan saluran air tersebut menandakan bahwa waktu itu sudah ada manajemen air. Melihat konstruksi kayu dengan garapan yang halus dan menggunakan atap dari ijuk menandakan bahwa masyarakat pada masa  itu telah memiliki budaya dan seni arsitektur  yang cukup baik di zamannya.
Namun yang perlu menjadi perhatian semua pihak termasuk pemerintah daerah kabupaten Temanggung adalah penemuan situs Liyangan merupakan satu-satunya yang pernah ditemukan di Indonesia, sehingga memiliki arti sangat penting bukan hanya bagi pengembangan kebudayaan di Indonesia, tetapi juga dalam skala internasional, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya penyelamatan guna penelitian dunia ilmiah.
Pemerintah kabupaten Temanggung sangat memiliki peranan penting untuk menopang dan mendukung penelitian peninggalan sejarah tersebut. Karena ini juga merupakan bagian aset daerah yang berharga untuk generasi muda mendatang dan bangsa Indonesia, termasuk pula bagian dari situs sejarah dunia yang ada.
Share:

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Facebook

ikhwan.bandit

Recent Posts

recentposts

Blogger Templates

test

Sample Text

Alam & Sejarah itu perlu dijaga, itu aset anak cucu kita.
#salam_lestari
#Pesona_Indonesia
Copyright © JEJAK INDONESIA | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com & Distributed By Protemplateslab